12 September 2015

Ini bukan tahun 1995

PEMUDA KAYA William Home menatap jauh dari Jendela rumahnya. Tatapannya tajam dan sangat fokus terhadap sesosok anak kecil di Dermaga.  Putra George Home pemilik Dermaga PT. Home itu pun bergegas mencari tau tentang anak itu. Dengan memegang sebauh pena dan secarik kertas, pemuda berusia 24 tahun itu berjalan menuju arah ujung Dermaga
Dikejauhan Duku berbicara dengan suasana hatinya yang masih bingung. ''Tidak berlaku''? Sambil melihat uang recehan ditangannya. ''Hanya singkong goreng'' sambil memegang dan menatap benda itu penuh rasa heran bercampur dengan rasa sedih walau singkong goreng itu mungkin rasanya enak.
''Ini enak,'' orang asing yang dianggap gila itu mulai menyantap singkong goreng yg ia beli barusan. ''Aku sama sekali tak mengerti kenapa harganya sangat jauh berbeda dari kemaren!''
seperti yg telah ia perkirakan, ia berada diwaktu dan tempat yg berbeda, bahkan ia berfikir tlah berada di dunia yg berbeda. 
Tiba-tiba Seseorang bicara, dekat dan mengagetkan. "Hey" Dengan bersitumpu pada lutut dan tangannya, Duku perlahan memalingkan kepalanya ke arah suara itu. Hanya beberapa meter dari tempatnya berada, seorang pemuda tak dikenal menghampirinya. Pemuda itu sangat rapi, kemeja putih lengan dan jeans biru, dengan sepatu kulit berwarna cokelat dan jam tangan bertali kulit di lengannya. "Kamu sebenarnya darimana?" William melontarkan pertanyaan yang padat dan berisi. "Aku dari Desa Kayu Panjang" Duku menjawab. 
"Desa Kayu Panjang itu sudah tidak ada. Desa itu sudah melebur menjadi Kelurahan Tanah Seberang" William menegaskan.
"Kau bohong." Anak 14 tahun itu sambil menunjuk ke arah selatan. "Pelantikan Kepala Desanya saja baru seminggu kemarin!".
"Bapak Suparman dilantik setelah pemilihan kepala desa yang diikuti 3 orang perserta." Duku menatap tajam ke arah William. "Jangan kau berpikir aku ini gila seperti halnya orang tua sombong itu berkata."
"Kau tidak gila, tapi pelantikan Bapak Suparman itu sudah terjadi 20 tahun yang lalu." William berusaha menenangkan Duku. "Dan beliau sudah meninggal setahun yang lalu, akibat sakit jantung yang dideritanya."
"Apa?" Duku terkejut. Pikirannya semakin kusut.
"Benar, beliau sudah meninggal, Seluruh Warga kelurahan pun ikut berduka." kemudian William bertanya serius pada Duku. "Jadi kamu berasal dari Tahun 1995?
"Apa maksudmu?" Duku terkejut. "Apa ini bukan 1995?"
"Bukan, ini 2015." William kembali menjelaskan. "tahun dimana sikap sosial turun drastis, dan uanglah yang jadi segalanya, walaupun nilai uang ditahun ini lebih rendah 10 kali lipat dari 1995."
"Pantasan saja uangku tak berlaku, membeli singkong goreng pun tak bisa" Duku menjawab
"Ayo kita kerumah ku saja, kamu bisa tinggal beberapa waktu disana" William mengajak Duku tinggal dirumahnya.
"Baiklah kalau itu maumu, lagipula singkong goreng ku ini tak cukup untuk melengkapi kebutuhan perutku, haha."
 Mereke berdua pun berjalan menuju rumah William. 
Akankah disana Duku akan menjelaskan keadaannya dia sebenarnya. 
Bersambung


02 September 2015

Pohon Kelapa Bercabang di Samuda

Foto : Ari

Sunset di Pantai Ujung Pandaran

Foto : Ari

Tak berlaku lagi

Hari mulai terik, debu di tanah pun mulai mengering dan berterbangan. Namun Si Duku tetap saja berdiri di Dermaga tersebut. Hingga ada seseuatu yang terasa di perutnya. Terasa aneh. Ternyata perutnya mulai lapar. Manusia memang merupakan makhluk yang diciptakan penuh dengan kebutuhan. Salah satunya kebutuhan untuk makan. Sama halnya dengan binatang.
Si Duku meraba kantong sakunya. Syukurlah ternyata ada uang didalamnya. Kemudian dia mengambilnya serta menghitungnya. Dia beranjak dari tempat ia berdiri, kemudian duduk di pinggir pelabuhan sambil menghirtung uangnya.
“Rp.500,- Rp.100,- Rp.100,- Rp.100,- Rp.50,- Rp.25. hmmmmmm lumayan, cukup banyak. hehe ” Duku bergumam sendiri
Ternyata uang di sakunya berjumlah Rp.875,- cukup banyak baginya. Diapun menuju warung makan untuk membeli makanan pengganjal perutnya.
“Buuuuu..” Duku memanggil
“yaaa nak” kata penjual
“mie nya 1 bu” kata Duku
“mie yang mana nak?” sambut Ibu
“Yang Mie goreng saja”
“ini” sambil memberikan kepada Duku.
Duku pun memberikan uangnya Rp.500 kepada penjual. Namun ibu itu menolak
“Maaf nak, harganya Rp.2.000”
“Mahal banget bu, kemaren saya beli Cuma Rp.150” jawab Duku terkejut
“Hahaha, itu harga jaman dulu nak. Sekarang semua sudah naik”
“baiklah, ga jadi saja bu. Saya mau Singkong goreng itu saja” sambil menunjuk Singkong goreng yang ada di kaca.
“Ini nak, harganya Rp.1.000,-“
“tapi saya Cuma ada uang Rp.875 saja bu!” kata Duku miris dan sambil melihatkan uangnya kepada si penjual.
“baiklah. Ambil saja nak dan simpan saja uangmu. Lagi pula uangmu itu sudah tidak dapat membeli apa pun  lagi sekarang. Paling Cuma dapat permen” kata ibu itu.

Duku pun kemudian meninggalkan warung tersebut sambil memakan singkong goreng yang diberi oleh penjual tadi. Dia semakin heran, kemaren uang Rp.875 bisa membeli makanan yang banyak, bahkan membeli nasi. Namun hari ini membeli singkong goring yang kemaren harganya Cuma Rp.50 pun tak cukup.

Apakah yang menyebabkan uangnya tak berlaku?

01 September 2015

Pagi yang bingung

Udara terasa segar angin pun bertiup sepoi-sepoi. Namun badannya terasa lemas, kaku. Saat dia membuka mata, dia pun heran. Didepan matanya ada kapal. Diapun menoleh kebawah, ternyata dia berbaring di sebuah dermaga. Kemudian dia berdiri memandang langit dan hal sekitarnya. Dia sangat terkejut. Teringat saat sebelum tidur, hal disekelilingnya hanyalah tumbuhan pantai. namun sekarang sudah berubah menjadi sebuah pelabuhan.

Dikejauhan ada seorang setengah baya berdiri ditengah jalan dan menatapnya. Orang itu heran kenapa ada seorang anak tak dikenal berdiri dengan kebingungan. Mengenakan pakaian sangat lusuh dan kotor. 

"Pagi Pak RT" kata seorang warga yang melintas. 
Orang itu ternyata adalah Pak Insung, seorang ketua RT di lingkungan tersebut. 
"Kerja yaa?" kata Pak Insung.
"Kenapa Pak?" sahut warga itu.
"Itu ada anak-anak tak dikenal di dermaga" sambut pak Insung
"Orang Gila?" kata waga itu
"Bajunya kotor" kata Pak Insung sambil menunjuk anak itu.
"Coba samperin saja Pak"
"Ayo kita kesana! " ajak Pak Insung kepada warga.
"Ayo"

Mereka berdua pun menuju anak itu. Anak itu pun mengetahui langkah mereka. kemudian dia turun dari dermaga itu kearah bawah memuju air untuk mencuci muka. namun dia kembali terkejut. Airnya sangat berbeda. sangat keruh dan berbau. dia tidak jadi mencuci mukanya dan naik keatas lagi.

setelah diatas Pak Insung menyapanya
"Nak, kamu siapa?"
"Saya Duku Pak" jawabnya

Ternyata nama anak itu adalah Duku, nama yang tak asing lagi bagi Pak Insung, namun dia masih belum bisa mengingat dengan jelas.

"Kamu dari mana? kok pagi-pagi sudah berada disini.
"Saya habis dari bermain kemaren sore, tertidur. setelah bangun. eh, malah disini" kata Duku
"Kamu bukan orang gila?" kata Pak Insung
"Kalau saya gila, kenapa saya bisa jawab pertanyaan bapak?" sambut Duku
"Kalau kamu tidak gila, kenapa kamu bingung kenapa kamu ada disini" kata Pak Insung
"??" Duku bingung harus jawab apa.

Pak Insung memang terkenal pandai menjawab pertanyaan apa pun dan oleh karena itulah beliau dipilih sebagai Ketua RT setempat. namun tidak sedikit warga yang jengkel karena bicaranya yang tak mau kalah.

"Kemaren kamu bermain dimana?" Pak Insung bertanya lagi.
"Saya bermain disini Pak, kami bermain petak umpet. Saya bersembunyi di bawah pohon itu" sambil menunjuk tempat ia terbangun tadi.
"Kalau kamu tidak gila, kenapa kamu mengubah lantai menjadi pohon? Pak Insung Geram.
"Saya tidak gila Pak" tegas Duku.
"Kalau kamu tidak gila, ayo pulang! kalau kamu tak tau jalan pulang, berarti kamu gila" kata Pak Insung sambil meninggalkan Si Duku.

Si Duku terdiam dan menjadi tambah bingung. Dia tak mau dikatakan gila namun disatu sisi, dia memang tak tau jalan pulang.

Siapakah sebenarnya Si Duku? dapatkah dia mencari jalan Pulang?